Teringat lagi pengalaman pahit pas kuliah S1 dulu. Pengalamannya berkaitan dengan toilet. Selama hampir 5 tahun kuliah (uppsss, ketahuan deh begonyaJ), tidak pernah sekalipun menemukan toilet yang normal disekitaran kampus. Dari gedung buat mahasiswa sampai gedung buat staff dan pengajar semuanya toiletnya pada abnormal. Mostly it doesnt provide water, sigh. Bagaimana mau memakainya coba. I think I have tortured my bladder ever since, boooo. Terakhir mesti ke toilet itu sekitar 2 tahun setelah lulus dari kampus itu, kondisinya masih sama, waterlessssss hikkksss.
Nah pas kuliah S2, alhamdulillah tidak mengalami hal yang sama. Di New Zealand toilet umum dimana-mana, bersih sih sih dan gratiss tis tis. Dikampus-kampus apa lagi. Toiletnya berhamburan (hiperbola yahJ memangnya bintang, berhamburan). Ditiap lantai gedung-gedung kampus, toilet pasti ada. Cuma yah itu lagi, toiletnya toilet kering, alias bersih-bersihnya pakai tisu L awalnya jijik sekali, sampai-sampai kalau lupa buat bawa botol bekas buat nampung air buat bersih-bersih, saya memilih untuk tahan “panggilan alam” sampai tiba dirumah. I know, its not good for my health, I know. Anyway, it happened, no time for looking back, kabuuurrrr J. Kalau dipikir-pikir, tidak bersih-bersih amat sih toilet disini, soalnya didindingnya sering ada yang nulis curhatannya, jadi kaya diari deh tu dinding. Ada yang curhat dah diperkosa (diperkosa atau diperkosa???), ada yang minta tolong disembuhin dari penyakit, dsb.
Tapi yang ironisnya ketemu sama the smellies toilet in the world (like I have been all over the worldJ) ini pas di New Zealand juga, tepatnya disekitaran track untuk melintasi Tongariro, sebuah gunung di Taupo, kota kecil sekitar 5 jam mengemudi dari Wellington, ibukota negara. Jadi disekitaran track hiking sepanjang 19,5km ini disediakan beberapa toilet. Setelah sekitar 2 jam jalan, ketemulah dengan toilet darurat pertama. Nah berhubung daerah pegunungan dan lintasan yang panjang, toiletnya cuma seadanya saja. Ruangannya cuma seukuran boks telpon umum, lebih besar dikit sih, menyediakan toilet duduk dan tisu saja, tanpa wastafel apalagi air. Toiletnya tanpa flush pula, yaiikkssss. Jadi cuma seperti lubang yang dipasangi toilet duduk. Kebetulan Rasa “itu” sudah menghantui sejak sejam setelah start, tapi pas berdiri antri depan toilet yang menebarkan bau yang betul-betul bikin stress, rasa “itu” seakan menghilang, lenyap tak berbekas. Saya berkeputusan untuk menyiksa kantong kemih dibanding mesti pakai toilet itu. Lihat deh foto orang yang lagi antri buat pakai tu toilet, dan saya yang berdiri agak jauh karena menunggu “crossing buddies” yang lagi antri.
Setelah jalan lagi selama hampir 2 jam, tibalah kami (saya & 8 orang teman) ditempat istirahat, yang disebut hutt apa begitu. Jadi ini semacam rumah yang menyediakan toilet ataupun tempat duduk buat sekedar melepas lelah sebelum melanjutkan crossing lagi. Pikir saya mungkin toiletnya berbeda, karena ini kan ada bangunannya, jadi mungkin juga toiletnya menyediakan wastafel dan air. Antrilah diriku dengan harap-harap cemas, berharap “keajaiban” itu adaJ. Berdiri depan salah satu toilet, terbukalah pintunya dannnn…eng ing eng…baunya dah menonjok indera penciuman. Serasa mau muntah, padahal perut juga lagi lumayan kosong. Mau masuk, baunya nda nahan, tidak masuk, rasa itu tidak tertahan lagi, belum lagi antrian dibelakang saya dah panjang juga, akhirnya dengan berat hati dan doa semoga tidak pingsan didalam, saya pun memutuskan untuk pakai tu toilet. Ternyata toiletnya sama saja bentuknya, baunya dengan yang saya singgahi sebelumnya, alamaaakkk……salah satu pengalaman tak terlupakan selama disini….

No comments:
Post a Comment